Selasa, 22 Februari 2011

Ambient Condition dan Architecthural Features

Architecthural Features
·         Estetika. Pengetahuan mengenai estetika member perhatian kepada dua hal. Pertama, indentifikasi dan pengetahuan pengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dari suatu objek atau suatu suatu proses keindahan atau paling tidak suatu pengalaman yang menyenangkan. Keuda, untuk mengetahui kemampuan manusia untuk menciptakan dan untuk menikmati karya yang menunjukkan estetika.
Spranger(Ancok,1988) membagi orentasi hidup menjadi 6 kategori, diman nilai estetis, merupakan salah satu diantaranya selain nilai ekonomi, nilai kekuasaan, nilai social, nilai religious dan nilai intgelektual.
Prabot. Prabot, pengaturannya, dan aspek-aspek lain dari lingkungan ruang dalam merupakan salah satu penentu perilaku yang penting. Pengaturan perabotan dalam ruangan dapat pula mempengaruhi cara orang mempersepsi ruang tersebut.


Prabowo, hendro.1998.Pengantar Psikologi Lingkungan.Jakarta.Gunadarma.

Ambient Condition dan Architecthural Features

Ambient Condition
·         Kebisingan, Temperatur, dan Kualitas Udara.
Ancok (1989), keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. Emosi yang semakin kurang dapat dikontrol akan mempengaruhi hubungan social di dalam maupun di luar rumah. Sampah, polusi, dan debu adalah sumber penyakit fisik dan ketegangan jiwa.
Rahardjani (1987), juga akan berakibat menurunnya kemampuan untuk mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak.
·         Kebisingan.
Sarwono (1992), terdapat tiga factor yang menyebabkan suara secara psikologis dianggap bising, yaitu : volume, perkiraan dan pngendalian.

Jikalau kebisingan dapat diperkirakan datangnya atau bunyinya secara teratur, kesan gangguan yang ditimbulkan akan lebih kecil jika suara tersebutr datangnya tiba-tiba atau tidak teratur.
Holahan membedakan pengaruh kebisingan terhadap kinerja manusia menjadi empat efek, tiga diantaranya adalah efek fisiologi, efek kesehatan dan efek perilaku. Holan (1982) penelitian laboratorium menunjukkan bahwa kebisingan secara fisiologis dapat menjadi penyebab reaksi fisiologis sistematik yang secara khusus dapat diasosiasikan dengan stress.
Efek kesehatan, melihat bahwa kebisingan yang dibiarkan saja kita terima dalam intensitas tinggi dan dalam jangka waktu yang panjang ternyata dapat menjadi penyebab kehilangan pendengaran yang berarti. Di perkuat oleh hasi studi Cameron dkk, menemukan bahwa terdapat hubungan antara laporan mengenai kebisinagn dengan laporan mengenai penyakit fisik yang amat akut dan kronis. Studi Crook dan Langdon, bahwa terdapat hubungan antara kebisingan dengan aspek-aspek fisik dan kesehatan mental, sperti sakit kepala, kegelisahan, dan insomnia.
Efek perilaku, bahwa kebisingan tidak disukai telah mempengaruhi hilangnya beberapa aspek perilaku sosial. Lawrence Ward dan Pieter Snedfeld (1973), dilakukan dengan cara membunyikan kebisingan lalu lintas denganmenggunakan tape recorder yang ditambah dengan loud speaker menunjukan terjadinya penurunan partisipasi dan perhatian siswa-siswa di dalam kelas.

·         Suhu dan Polusi Udara.
Holahan (1982), tingginya suhu dan polusi udara paling tidak dapat meninbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku. Studi korelasional di Amerika Serikat menunjukakan adanya hubungan yang signifikan anatara musim panas dengan tingkat mortalitas. Sstudi lain menunjukana adanya hubungan anatara meningkatkannya tingkat polusi udara dengan munculnya penyakit-penyakit pernapasan seperti asma, infeksi saluran pernapasan, dan flu.
Pada efek perilaku, riset laboratorium menunjukan bahwa temperature yang terlalu tinggi ternyata mempengaruhi peilaku sosial.
Penelitian lain oleh Bell dan Baron, rupa-rupanya gagal menemukan bahwa panas dapat menguragi perhatian seseorang terhadap orang lain di dalam ruangan. Disebabkan karena adanya perasaan senasib dalam keadaan stress justru meniadakan efek negatif dari panas.
Rangkaian studi oleh Robert Baron dkk, yang menemukan bahwa temperatur yang tinggi justru mengurangi tingkat agresi seseorang terhadap orang lain padam sting yang sama, yang di duga perasaan senasib yang menjadi faktor penyebabnya.
Rahardjani (1987), bahwa suhu dan kelembaban rumah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : warna dinding dalam danluar rumah, volume ruang, arah sinar matahari, dan jumlah penghuni.
·         Pencahayaan dan Warna.
Fisher dkk (1984), terdapat banyak efek pencahayaan yang berkaitan dengan perilaku. Cahaya dapat mempengaruhi kinerja, dengan cara mempermudah atau mempersulit pengelihatan ketika kita mengerjakan sesuatu.
suatu studi oleh Boyce dan pendapat Holahan yang menunjukkan bahwa ketika cahaya meningkat sampai mencapai suatu tingkat kritis, kemampuan visual dan kinerja meningkat. Corwin Bennet menemukan bahwa penerangan yang lebih kuata ternyata mempengaruhi kinerja visual kita menjadi semakin cepat dan teliti. Akan tetapi data juga menunjukkan bahwa pada satu titik di mana cahaya menjadi terlalu besar, kemampuan visual kita dapat menurun. Beberapa bukti mengemukakan pula bahwa kemampuan visual tertentu dapat di pengaruhui oleh warana. Berikut ini akan dibahas mengenai silau dan warna.
Ø  Silau. Peristiwa silau terjadi ketika suatu sumber cahaya yang lebih terang dari pada tingkat penerangan yang normal, sehingga mata kita beradaptasi dengan cara menutupnya langsung seketika, ketika kita melihatnya.
Ø  Warna. Sebagaimana halnya dengan pencahayaan, maka warna yang amat terang juga akan berpengaruh terhadap pengelihatan. Area-area yang diberi warna terlalu terang di satu pihak menimbulkan kelelahan mata, juga akan menghasilkan bayangan yang mengganggu (Lang, 1987).
·         Pencahayaan dan Warna di dalam Ruangan. Intensitas pencahayaan dan preferensi waran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, meski di dalam preferensi warna seseorang lebih banyak di pengaruhi oleh subjekvitas. Pemahaman tersebut antara lain asalah besar kecilnya ruangan, fungsi ruangan , dan kejenuhan.
Pada aspek pertama, besar kecilnya ruangan menjadi penting bagi pilihan warna dan pengaruhnya secara psikologis.
Pada aspek yang kedua adalah fungsi ruangan. Penggunaan warna juga bergantung dengan fungsi ruangan yang akan dirancang.
Pada aspek yang ketiga adalah mengganti warana pada dinding ruangan, apabila para penghuni rumah sudah mengalami kejenuhan.
Prabowo, hendro.1998.Pengantar Psikologi Lingkungan.Jakarta.Gunadarma.

Minggu, 20 Februari 2011

Metodologi Penelitian dalam Psikologi Lingkungan

Metode Penelitian
Menurut Veitch dan Arkkelin (1995) terdapat 3 metode penelitian di yang lazim di gunakan di lapangan penelitian psikologi lingkungan. Ketiga metode tersebut, yaitu :
A.      Eksperimen Laboratorium
Menurut Veitch dan Arkkelin, jika seseorang peneliti memiliki perhatian terutama yang berkaitan dengan tingginya validitas internal, maka eksperimen laboratorium adalah pilihan yang biasa di ambil. Metode ini memberi kebebesan kepada eksperimenter untuk memanipulasi secara sistematis variable yang diasumsikan menjadi penyebab dengan cara mengontrol kondisi-kondisi secara cermat yang bertujuan untuk mengurangi variabel-variabel yang mengganggu (extraneous variables). Metode eksperimen laboratorium juga mengukur pengaruh manipulasi-manipulasi tersebut. Metode ini pada umumnya juga melibatkan pemilihan subjek secara random dalam kondisi eksperimen, bahwa setiap subjek memiliki kesempatan yang sama dalam setiap kondisi eksperimen.
Eksperimen tidak dapat memastikan bahwa hasil-hasil penelitian yang dihasilkan dalam situasi yang amat kompleks dapat diterapkan di luar laboratorium. Hal ini berkaitan validitas internal dan validitas eksternal, dimana suatu peningkatan validitas internal cenderung akan mengurangi validitas eksternal.
B.      Studi Korelasi
Menurut Veitch dan Arkkelin, jika seseorang peneliti ingin memastikan tingkat validias eksternal yang tinggi, maka seorang penliti dapat menggunakan variasi-variasi dari metode korelasi. Studi-studi yang menggunkan metode ini dirancang untuk menyediakan informasi tentang hubungan-hubungan diantara hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam nyata yang tidak dibebani oleh pengaruh pengumpulan data.
Dengan menggunakan metode pengambilan data apapun, penyimpulan dengan menggunkan studi korelasi dapat di peroleh hasil yang berbeda dibandingkan dengan eksperimen laboratorium. Dengan eksperimen laboratorium, kesimpulan yang berkaitan dengan factor-faktor yang menjadi penyebab akan membuahkan hasil yang tepat. Adalah hal yang tidak mungkin untuk menggambarkan kesimpulan yang jelas menjadi penyebab, karena studi korelasi amat lemah dalam validitas internal.
C.      Eksperimen Lapangan
Menurut Veitch dan Arkkelin, jika seseorang peneliti ingin menyeimbangkan antar validitas internal yang dapat dicapai melalui eksperimen laboratorium dengan validitas eksternal yang dapat dicapai melalui studi korelasi, maka ia boleh menggunakan metode campuran yang dikenal dengan istilah eksperimen lapangan. Mtode ini seorang eksperimenter secara sistematis memanipulasi beberapa factor penyebab yang diajukan dalam penelitian dengan mempertimbangkan variabel eksternal dalam suatu seting tertentu.

D.      Teknik-teknik Pengukuran
 Agar suatu penelitian akan menjadi ilmiah diperlukan pengamatan-pengamatan yang menggunakan criteria tertentu, yaitu :
·         Berlaku umum dan dapat diulang-ulang,
·         Dapat di kembangkan menjadi skala pengukuran,
·         Memiliki standar validitas dan reliabilitas.
Beberapa teknik pengukuran yang telah memenuhi beberapa criteria berupa mudah dibuat, mudah dalam administrasinya, mudah skoringnya, dan mudah diinterprestasikan. Beberapa teknik tersebut antara lain adalah : (Veitch dan Arkkelin, 1995).
1.       Self report, Metode yang palling sering digunakan dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan individu adalah self report. Dengan cara ini, seorang responden ditanya oleh peneliti hal-hal yang berkaitan dengan opini, kepercayaan, perilaku sikap, dan perasaan. Prosedur self report  terdiri dari beragam teknik yang meliputi : kuesioner, wawancara, dan skala penilaian (rating scale).
2.       Kuesioner, Adalah pengembangan yang luas dari teknik paper and pencil report. Butir (item) umumnya diformulasikan berupa pertanyaan dan dapat pula berupa jawaban factual (seperti usia, gender, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan dan sebagainya) sebagaimana halnya dengan repon-respon sikap (seperti emosi, nilai-nilai dan kepercayaan).
Terdapat beberapa alasan mengapa digunakan kuesionaer dalam pengumpulan data. Pertama, kuesioner amat mudah dibuat, diadministrasikan, dimengerti, distribusikan, dan disusun. Kuesioner ternyata dapat mengambil subjek dalam jumlah besar pada suatu saat serta mudah mencari responden anonim (yang tidak menyebutkan nama).
Kuesioner yang sudah standar adalah kuesioner yang sudah diujikan sebelumnya sehingga memiliki persyaratan psikometri (validitas dan realibilitas). Sementara itu kuesioner yang tidak standar adalah kuesioner yang tidak diungkap reliabilitasnya.
Selain itu pengukuran dengan cara kuesioner ini umumnya tidak dapat memahami hal-hal potensial ketika diaplikasikan pada konteks yang berbeda. Bahkan para peneliti umumnya mengembangkan dimensi-dimensi bagi informasi yang diperlukan dan kemudian merancangnya sesuai dengan data yang diperlukan.
3.       Wawancara (Interview), Wawancara adalah dialog yang dirancang untuk memperoleh informasi yang dapat dikualifikasikan. Proses wawancara untuk menjadi lebih sekedar percakapan atau sebagaimana disarankan oleh Cannel dan Kahn (Veitch dan Arkkelin, 1995) melibatkan paling tidak 5 langkah yang berbeda : (1) menciptakan atau menyeleksi skedul wawancara (seperangkat pertanyaan, pernyataan, gambar-gambar atau stimulus lainnya yang dapat menimbulkan respon) dan seperangkat aturan main atau prosedur dalam menggunakan skedul tersebut, (2) memimpin jalannya wawancara (pengklasifikasikan dari respon-respon dan peristiwa-peristiwa), (3) merekam respon (mencatat dan merekam dengan alat perekam), (4) menciptakan kode angka (suatu skala atau cara lain yang dapat digunakan untuk merekam respon-respon yang sudah diterjemahkan dalam suatu perangkat atau peraturan), (5) mengkoding respon-respon wawancara.
4.       Skala penilaian, Bentuk tterakhir dari self report yang digunakan para ahli psikologi lingkungan adalah skala penilaian. Skala ini memiliki beragam bentuk, termasuk didalamnya adalah checklist, deskripsi verbal dua kutub, dan skala deskripsi nonverbal.

Prabowo, hendro.1998.Pengantar Psikologi Lingkungan.Jakarta.Gunadarma.

Kamis, 17 Februari 2011

teori psikologi lingkungan

Pendekatan Teori Psikologi Lingkungan


Beberapa pendekatan teori dalam psikologi lingkungan antara lain adalah: Teori Arousal,
Teori Stimulus Berlebihan, Teori Kendala Perilaku, Teori Tingkat Adaptasi, Teori Stres
Lingkungan, dan Teori Ekologi.

1. Teori Arousal (Arousal Theory)
Arousal (Pembangkit). Ketika kita emosional, kita sering merasa bergairah. Beberapa teori 
telah berpendapat bahwa semua emosi adalah hanya tingkat dimana seseorang atau binatang 
dihasut. Meski tidak semua orang setuju dengan gagasan ini, tingkat 
keterbangkitan adalah 
bagian penting dari emosi. Contohnya, tingkat yang tinggi dalam keterbangkitan adalah 
dalam kemarahan, ketakutan dan kenikmatan, sedangkan tingkat keterbangkitan yang rendah 
adalah kesedihan dan depresi (Dwi Riyanti & Prabowo, 1997).

Mandler (dalam Hardy dan Hayes, 1985) menjelaskan bahwa emosi terjadi pada saat 
sesuatu yang tidak diharapkan atau pada saat kita mendapat rintangan dalam mencapai suatu 
tujuan tertentu. Mandler menamakan teorinya sebagai teori interupsi. Interupsi pada masalah 
seperti dikemukakan tadi yang menyebabkan kebangkitan (arousal) dan menimbulkan 
pengalaman emosional. Suatu hal yang dapat kita petik dari teori ini adalah bahwa orang 
dapat memperlihatkan perubahan emosi secara ekstrim, misalnya bergembira atau bergairah 
pada suatu saat, dan mengalami perasaan dukacita atau amarah pada saat yang lain.

Arousal dipengaruhi oleh tingkat umum dari rangsangan yang mengelilingi kita. Kita 
dapat saja menjadi bosan atau tertidur, jika yang kita hadapi adalah hal-hal yang "tidak ada 
apa-apanya". Suatu materi pelajaran yang tidak menarik dan sedikit sekali memberi manfaat 
pada yang mendengarkan, membuat hampir semua yang mendengarkannya tidak bertahan 
lama mengikutinya. Menurut Mandler, manusia memiliki motivasi untuk mencapai apa yang 
disebut sebagai"dorongan 
arousal sehingga kita dapat berubah-ubah dari aktivitas satu ke aktivitas lainnya. Hampir 
semua orang yang memiliki motivasi ini dalam berinteraksi sehari-hari, namun ada beberapa 
orang yang tidak responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di sekelilingnya, 
sehingga hanya dapat dimunculkan arousal-nya jika benar-benar dalam keadaan yang amat 
membahayakan

2    Teori Beban Stimulus
Titik sentral dari teori ini adalah adanya dugaan bahwa manusia memiliki kapasitas yang terbatasdalam memproses informasi. Teori ini bertanggungjawab terhadap respon-respon stimulus lingkungan dalam kaitannya dengan kapasitas individu dalam jangka pendek untuk memperhatikan dan berinteraksi dengan hal-hal yang menonjol dalam suatu lingkungan.
Menurut Veitch dan Arkkelin(1995) teori ini juga mempelajari pengaruh stimulus yang kurang menguntungkan, seperti perilaku yang terjadi di kapal selam atau penjara. Pengkajian ini menyimpilkan bawa dalam keadaan understimulation tertentu ternyata dapat berbalik menjadi overstimulation.
3.  Teori Kendala Perilaku
Teori iini memfokuskan kepada kenyataan , atau perasaan, kesan yang terbatas dari individu oleh lingkungan. Lingkungan dapat mencegah, mencampuri, atau membatasi perilaku penghunia (Stokols dalam Veitch&Arkkelin, 1995)
4.  Teori Tingkat adaptasi


Teori ini mirip dengan teori stimulus berlebih, dimana pada tingkat tertentu suatu stimulus dapat dirumuskan untuk mengoptimlkan perilaku

Psikologi Lingkungan

1. Sejarah Psikologi lingkungan

Asal-usul bidang studi ini tidak diketahui, bagaimanapun, Willy Hellpach dikatakan orang pertama yang menyebut "Psikologi Lingkungan". Salah satu bukunya, Geopsyche membahas topik-topik seperti bagaimana matahari dan bulan mempengaruhi aktivitas manusia, dampak lingkungan yang ekstrim, dan efek warna dan bentuk.
Berakhirnya Perang Dunia II membawa permintaan lebih tinggi untuk perkembangan dalam bidang psikologi sosial terutama di bidang perubahan sikap, proses kecil-kelompok, dan antargolongan konflik. Tuntutan ini menyebabkan psikolog untuk mulai menerapkan teori-teori psikologi sosial terhadap sejumlah isu sosial seperti prasangka, perang, dan perdamaian. Diperkirakan bahwa jika masalah yang dibahas, pengertian dan prinsip-prinsip yang mendasari akan permukaan.
Walaupun periode ini sangat penting untuk pengembangan lapangan, metodologi yang digunakan untuk melaksanakan studi tersebut dipertanyakan. Pada waktu itu, studi sedang dilakukan di laboratorium, yang menyebabkan beberapa keraguan mengenai validitas mereka di dunia nyata. Akibatnya, psikolog lingkungan mulai melakukan studi di luar laboratorium, memungkinkan lapangan untuk terus maju. Hari psikologi lingkungan sedang diterapkan untuk berbagai bidang seperti arsitektur dan desain, program TV, dan iklan.

2. Definisi
psikologi lingkungan adalah bidang interdisipliner difokuskan pada interaksi antara manusia dan lingkungannya. lapangan mendefinisikan istilah lingkungan hidup secara luas, yang meliputi lingkungan alami, pengaturan sosial, lingkungan dibangun, lingkungan belajar, dan lingkungan informasi. Sejak konsepsi, lapangan telah berkomitmen untuk pengembangan disiplin yang berorientasi nilai baik dan berorientasi masalah, prioritas penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah lingkungan yang kompleks dalam mengejar kesejahteraan individu dalam masyarakat yang lebih besar. * Ketika pemecahan masalah yang melibatkan interaksi manusia-lingkungan, baik global atau lokal, seseorang harus memiliki model sifat manusia yang memprediksi kondisi lingkungan di mana manusia akan berperilaku dengan cara yang layak dan kreatif. Dengan satu model yang dapat merancang, mengelola, melindungi dan / atau mengembalikan lingkungan yang meningkatkan perilaku yang wajar, meramalkan apa hasil kemungkinan akan bila kondisi tersebut tidak terpenuhi, dan mendiagnosis situasi masalah. lapangan mengembangkan model seperti sifat manusia sementara tetap mempertahankan fokus yang luas dan inheren multidisiplin. Ini mengeksplorasi isu-isu berbeda seperti manajemen sumber daya milik umum, wayfinding dalam pengaturan kompleks, pengaruh stres lingkungan pada kinerja manusia, karakteristik lingkungan restoratif, pengolahan informasi manusia, dan promosi perilaku konservasi tahan lama. Paradigma ini multidisiplin tidak hanya ditandai dinamika yang psikologi lingkungan diharapkan dapat mengembangkan, tetapi telah menjadi katalis dalam menarik sekolah lain pengetahuan dalam usahanya mencari juga selain psikolog penelitian. Geografi, ekonomi, geografi, pembuat kebijakan, sosiolog, antropolog, pendidik, dan produk semua pengembang telah menemukan dan berpartisipasi dalam bidang ini. * Meskipun "psikologi lingkungan" ini bisa dibilang deskripsi paling dikenal dan paling komprehensif lapangan, juga dikenal sebagai ilmu faktor manusia, ergonomi kognitif, ilmu sosial, lingkungan, psikologi arsitektur, sosial-arsitektur, psikologi ekologi, ecopsychology, geografi perilaku , lingkungan-perilaku studi,-lingkungan studi orang, sosiologi lingkungan , ekologi sosial, dan penelitian desain lingkungan.

3. Lingkup Psikologi Lingkungan
Froshansky (1974) melihat bahwa psikologi lingkungan memberi perhatian terhadap manusia, serta perilaku dan pengalaman - pengalaman m,anusia dalam hubungannya dengan seting fisik.
Sehubungan dengan lingkungan fisik, pusat perhatian psikologi lingkunagn adalah lingkungan binaan (bulit environment).
Ruan lingkup psikologi lingkungan lebih jauh membahas : rancangan (desain), organisasi dan pemaknaan, ataupun hal-hal yang lebih spesifik seperti ruang-ruang, bangunan-bangunan.
Sosiologi lingkungan yang muncul pada tahun 1970an merupakan cabang ilmu yang amat dekat dengan psikologi lingkungan. Perbedaan terletak pada unit analisisnya.
Psikolgi lingkungan unit analisisnya adalah manusia dan kumpulan manusia sebagai individu, sedangkan Sosiologi llingkungan unitnya adalah unit-unit dalam masyarakat seperti penduduk kota, pemerintahan, taman rekreasi dan sebagainya.
Jenis-jenis lingkungan di dalam sosiologi lingkungan yang beberapa di antaranya juga banyak di gunakan dalam psikologi lingkungan adalah (Sarwono, 1992) :
1. Lingkungan alamiah (natural environment) laut, hutan dan sebagainya
2. Lingkungan binaan / buatan (bulit environment) jalan raya, perumahan, taman, rumah susun dan sebagainya
3. Lingkungan sosial
4. Lingkunga yang dimodifikasi
Veitch dan Arkkelin (1995) Psikologi lingkungan merupakan suatu arena dari pencarian yang bercabang dari sejumlah dipspilin, seperti biologi, geologi, sejarah, fisika, kimia, psikologi, geografi, ekonomi, sosiologi, filsafat berserta sub dipsplin dan rekayasa.

4. Ambient Condition dan Archictural Features
Dalam hubungannya dengan lingkungan fisik Wrighstman dan Deaux (1981) membedakan 2 bentuk kualitas lingkungan, yaitu :
-> Ambient Condition
kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti sound, cahaya, warna, kualitas udara, temperatur, kelembaban.
-> Archictural Features