Selasa, 01 Maret 2011

KEPADATAN

  1. Akibat-akibat Kepadatan Tinggi
Rumah dan lingkungan pemukiman akan member pengaruh psikologis pada individu yang menempatinya. Taylor (dalam Gifford, 1982) berpendapat bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu di suatu tempat tinggal. Rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki situasi dan kondisu yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya. Schorr (Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tempaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disan. Valins dan Baum (1978) menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi social.
Kasrlin mencoba membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar denagn mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar. Kesemuanya itu tinggal dalam satu kamar yang dirancang untuk dua orang. Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporkan adanya stress dan kekecewaan yang secara nyata lebih besar dari pada mahasiswa yang tinggal berdua, dan prestasi belajarnya lebih rendah. Pengaruh ini ternyata lebih berat di hadapi pada mahasiswi yang lebih banyak mengubah lingkungan untuk menyusaikan diri, sebaliknya pada mahasiswa pada umumnya lebih banyak mengubah perilaku untuk menyusaikan diri. Para mahasiswi berusaha membuat bagian ruang yang sudah sempit tersebut agar dapat menjadi ruang yang menyenangkan, sementara para mahasiswa lebih banyak menggunakan waktu luarnya.
Akibat secara psikis antara lain :
  1. Stress, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan,1982)
  2. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987)
  3. Perilaku menolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu untuk menolong atau memberi bantuan pada oranglain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk,1984)
  4. Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugasna pada saat tertentu (Holahan,1982)
Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982)


Prabowo, hendro.1998.Pengantar Psikologi Lingkungan.Jakarta.Gunadarma.

KEPADATAN

KEPADATAN
A.   Pengertian Kepadatan
Kepadatan atau density ternyata dapat perhatian yang serius pada ahli psikologi lingkungan.
Sundstrom, kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (Wrightsman & Deaux, 1981). Atau sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFarling, 1078; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat apabila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak di bandingkan denag luas ruangnya (Sarwono, 1992).
Penelitian tentang kepadatan pada manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak negative kepadatan dengan menggunakan hewan percobaan tikus. Hasil penelitian ini, perilaku kanibal pada hewan tikus seiring dengan bertambahnya jumlah tikus (Woechel dan Cooper, 1983). Secara terinci hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
Pertama, dalam jumlah yang tidak padat, kondisi fisik dan perilaku tikus berjalan normal. Tikus-tikus dapat melaksanakan perkawinan, membuat sarang, melahirkan, dan membesarkan anaknya seperti halnya kehidupan alamiah.
Kedua, dalam kondisi kepadatan tinggi dengan pertumbuhan populasi yang tak terkendali ternyata member dampak negative terhadap tikus-tikus tersebut. Terjadi penurunan fisik pada ginjal, otak, hati, dan jaringan kelenjar, serta penyimpangan perilaku seperti hiperaktif, homoseksual, dan kanibal. Akibat keseluruhan dampak negative tersebut menyebabkan penurunan kesehatan dan fertilitas, sakit, mati, dan penurunan populasi.
Penelitian terhadap manusia yang pernah dilakukan oleh Bell mencoba memerinci : bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi; bagaimana dampaknya terhadap tingkah laku social; dan bagaimana dampaknya terhadap task performance (kinerja tugas)? Hasil yang di perlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negative akibat dari kepadatan.
Pertama, ketidaknyamanan dan kecemasan,peningkatan deyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu.
Kedua, peningkatanagresifitas pada anak-anak dan orang dewasa atau menjadi sangat menurun (berdiam diri/murung) bila kepadatan tinggi sekali (high spatial density). Juga kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong-menolong sesame anggota kelompok.
Ketiga, terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau perkerjaan. Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil kerja yang kompleks.

B.    Kategori Kepadatan
Menurut Altman (1975), variasi indicator kepadatan berhubungan dengan tingkah laku social. Variasi indicator kepadatan itu meliputi jumlah individu dalam sebuah kota, jumlah individu pada daerah sensus, jumlah individu pada unit tempat tinggal, jumlah ruangan pada unit tempat tinggal, jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain-lain.
Jain (1987), berpendapat bahwa tingkat kepadatan penduduk akan di pengaruhi oleh unsure-unsur yaitu jumalah individu pada setiap ruang, jumlah ruang pada setiap unit rumah tinggal, jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan jumlah struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. Setiap pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda tergantung dari konstrubusi unsure-unsur tersebut.
Setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilyah pemukiman.
Kepadatan dapat di bedakan kedalam kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan dalam 2 kategori :
1.     Kepadatan spasial (spasial density) yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap,
2.    Kepadatan social (social density) terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Altman (1975), membagi kepadatan menjadi kepadatan dalam (inside density) sejumlah individu yang berada dalam suatu ruangan atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar; dan kepadatan luar (outside density) sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
Zlutnick dan Altman (1975), menggambarkan sebuah model 2 dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman, yaitu :
(1)  Lingkungan pinggiran kota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah,
(2) Wilayah desa miskin di mana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepdatan luar rendah,
(3) Lingkungan mewah perkotaan, di mana kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luar tinggi,
(4) Perkampungan kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi.

KEPADATAN DALAM

          Rendah                Tinggi
I
Lingkungan
Pinggiran Kota
II
Wilayah
Desa Miskin
III
Lingkungan
Mewah Perkotaan
IV
Perkampungan
Kota




Rendah


                          KEPADATAN LUAR


Tinggi






Prabowo, hendro.1998.Pengantar Psikologi Lingkungan.Jakarta.Gunadarma.