Ambient Condition
· Kebisingan, Temperatur, dan Kualitas Udara.
Ancok (1989), keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. Emosi yang semakin kurang dapat dikontrol akan mempengaruhi hubungan social di dalam maupun di luar rumah. Sampah, polusi, dan debu adalah sumber penyakit fisik dan ketegangan jiwa.
Rahardjani (1987), juga akan berakibat menurunnya kemampuan untuk mendengar dan turunnya konsentrasi belajar pada anak.
· Kebisingan.
Sarwono (1992), terdapat tiga factor yang menyebabkan suara secara psikologis dianggap bising, yaitu : volume, perkiraan dan pngendalian.
Jikalau kebisingan dapat diperkirakan datangnya atau bunyinya secara teratur, kesan gangguan yang ditimbulkan akan lebih kecil jika suara tersebutr datangnya tiba-tiba atau tidak teratur.
Holahan membedakan pengaruh kebisingan terhadap kinerja manusia menjadi empat efek, tiga diantaranya adalah efek fisiologi, efek kesehatan dan efek perilaku. Holan (1982) penelitian laboratorium menunjukkan bahwa kebisingan secara fisiologis dapat menjadi penyebab reaksi fisiologis sistematik yang secara khusus dapat diasosiasikan dengan stress.
Efek kesehatan, melihat bahwa kebisingan yang dibiarkan saja kita terima dalam intensitas tinggi dan dalam jangka waktu yang panjang ternyata dapat menjadi penyebab kehilangan pendengaran yang berarti. Di perkuat oleh hasi studi Cameron dkk, menemukan bahwa terdapat hubungan antara laporan mengenai kebisinagn dengan laporan mengenai penyakit fisik yang amat akut dan kronis. Studi Crook dan Langdon, bahwa terdapat hubungan antara kebisingan dengan aspek-aspek fisik dan kesehatan mental, sperti sakit kepala, kegelisahan, dan insomnia.
Efek perilaku, bahwa kebisingan tidak disukai telah mempengaruhi hilangnya beberapa aspek perilaku sosial. Lawrence Ward dan Pieter Snedfeld (1973), dilakukan dengan cara membunyikan kebisingan lalu lintas denganmenggunakan tape recorder yang ditambah dengan loud speaker menunjukan terjadinya penurunan partisipasi dan perhatian siswa-siswa di dalam kelas.
· Suhu dan Polusi Udara.
Holahan (1982), tingginya suhu dan polusi udara paling tidak dapat meninbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku. Studi korelasional di Amerika Serikat menunjukakan adanya hubungan yang signifikan anatara musim panas dengan tingkat mortalitas. Sstudi lain menunjukana adanya hubungan anatara meningkatkannya tingkat polusi udara dengan munculnya penyakit-penyakit pernapasan seperti asma, infeksi saluran pernapasan, dan flu.
Pada efek perilaku, riset laboratorium menunjukan bahwa temperature yang terlalu tinggi ternyata mempengaruhi peilaku sosial.
Penelitian lain oleh Bell dan Baron, rupa-rupanya gagal menemukan bahwa panas dapat menguragi perhatian seseorang terhadap orang lain di dalam ruangan. Disebabkan karena adanya perasaan senasib dalam keadaan stress justru meniadakan efek negatif dari panas.
Rangkaian studi oleh Robert Baron dkk, yang menemukan bahwa temperatur yang tinggi justru mengurangi tingkat agresi seseorang terhadap orang lain padam sting yang sama, yang di duga perasaan senasib yang menjadi faktor penyebabnya.
Rahardjani (1987), bahwa suhu dan kelembaban rumah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : warna dinding dalam danluar rumah, volume ruang, arah sinar matahari, dan jumlah penghuni.
· Pencahayaan dan Warna.
Fisher dkk (1984), terdapat banyak efek pencahayaan yang berkaitan dengan perilaku. Cahaya dapat mempengaruhi kinerja, dengan cara mempermudah atau mempersulit pengelihatan ketika kita mengerjakan sesuatu.
suatu studi oleh Boyce dan pendapat Holahan yang menunjukkan bahwa ketika cahaya meningkat sampai mencapai suatu tingkat kritis, kemampuan visual dan kinerja meningkat. Corwin Bennet menemukan bahwa penerangan yang lebih kuata ternyata mempengaruhi kinerja visual kita menjadi semakin cepat dan teliti. Akan tetapi data juga menunjukkan bahwa pada satu titik di mana cahaya menjadi terlalu besar, kemampuan visual kita dapat menurun. Beberapa bukti mengemukakan pula bahwa kemampuan visual tertentu dapat di pengaruhui oleh warana. Berikut ini akan dibahas mengenai silau dan warna.
Ø Silau. Peristiwa silau terjadi ketika suatu sumber cahaya yang lebih terang dari pada tingkat penerangan yang normal, sehingga mata kita beradaptasi dengan cara menutupnya langsung seketika, ketika kita melihatnya.
Ø Warna. Sebagaimana halnya dengan pencahayaan, maka warna yang amat terang juga akan berpengaruh terhadap pengelihatan. Area-area yang diberi warna terlalu terang di satu pihak menimbulkan kelelahan mata, juga akan menghasilkan bayangan yang mengganggu (Lang, 1987).
· Pencahayaan dan Warna di dalam Ruangan. Intensitas pencahayaan dan preferensi waran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, meski di dalam preferensi warna seseorang lebih banyak di pengaruhi oleh subjekvitas. Pemahaman tersebut antara lain asalah besar kecilnya ruangan, fungsi ruangan , dan kejenuhan.
Pada aspek pertama, besar kecilnya ruangan menjadi penting bagi pilihan warna dan pengaruhnya secara psikologis.
Pada aspek yang kedua adalah fungsi ruangan. Penggunaan warna juga bergantung dengan fungsi ruangan yang akan dirancang.
Pada aspek yang ketiga adalah mengganti warana pada dinding ruangan, apabila para penghuni rumah sudah mengalami kejenuhan.
Prabowo, hendro.1998.Pengantar Psikologi Lingkungan.Jakarta.Gunadarma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar