Kelompok-kelompok Dalam Masyarakat Beserta Saling Hubungan Di Dalamnya
Posted by: Rudi, in SosialIstilah “kelompok” digunakan untuk merujuk kepada sejumlah orang yang memiliki atribut tertentu. Atribut yang dimiliki oleh suatu sejumlah orang berbeda dengan atribut yang dimiliki oleh sejumlah orang yang yang lain. Atribut yang dimaksud antara lain pelajar, pemilik mobil, warga pribumi, perempuan dan laki-laki, muslim, kelas menengah, kaya dan miskin, anggota partai dan independen, orang Jawa, dan lain-lain. Atribut yang dimiliki oleh orang yang sama menyebabkan mereka disatukan sebagai sebuah kelompok yang sama. Secara sosiologis, kelompok-kelompok yang terdapat dalam masyarakat dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe kelompok.
James W. Vander Zanden (1979) membedakan kelompok-kelompok berdasarkan 3 (tiga) kriteria dari Robert Biersted (1948), yaitu: (1) kesadaran akan jenis yang sama (conciousness of kind) - kecenderungan orang untuk mengakui orang lain seperti dirinya; (2) adanya hubungan sosial antar individu (social relationship between individuals) - hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi dalam hal perasaan, sikap, dan tindakan; (3) orientasi tujuan yang sudah ditentukan (goal-oriented associations) – sebuah unit sosial yang secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan ketiga kriteria tersebut Zanden menyatakan ada empat tipe kelompok, yaitu (1) kategori statistik; (2) kategori sosial; (3) kelompok sosial; dan (4) organisasi formal.
Kategori statistik tidak memiliki ketiga kriteria diatas, melainkan sebutan dari para sosiolog, demografer, ahli statistik, dan lainnya. Individu-individu dikelompok berdasarkan atribut yang secara umum dimiliki mereka, seperti pelajar, penyandang cacat, atau pengangguran. Pada tipe kategori sosial memiliki kriteria kesadaran akan jenis yang sama.
Individu menjadi anggota dari kategori sosial tertentu dengan menyadari adanya sesuatu yang sama diantara mereka yang sesuatu tersebut mempengaruhi perilakunya, seperti laki-laki, perempuan, negro, dan anggota sejenis kelas sosial.
Kelompok sosial mirip dengan kategori sosial, yaitu ada kesadaran dari anggota kelompok akan adanya kesamaan diantara mereka, namun kelompok memiliki kriteria lain yaitu adanya interaksi diantara anggota-anggotanya; contoh dari kelompok sosial ini adalah kelompok pertemanan dan keluarga batih. Organisasi formal mirip dengan kategori sosial dan kelompok sosial, namun organisasi formal ini muncul ketika kelompok tersebut secara sengaja dibangun menjadi sebuah unit sosial untuk mencapai tujuan tertentu; contoh organisasi formal adalah perusahaan, instansi pemerintah, lembaga pendidikan, dan lembaga kemasyarakatan. Biasanya dalam organisasi akan disertai dengan birokrasi yang dibuat untuk lebih menjamin adanya pencapaian tujuan.
Pembahasan tentang kelompok dalam masyarakat biasanya akan lebih merujuk kepada dua jenis kelompok terakhir, yaitu kelompok sosial dan organisasi formal; bahkan fokus pembahasan seringkali lebih terfokus pada kelompok sosial. Atas dasar itu pula dikatakan bahwa tidak semua kelompok merupakan kelompok sosial, karena ada suatu jenis kelompok lain yang hampir sama dengan kelompok sosial, yang oleh Soerjono Soekanto (1987) disebut dengan kelompok tak teratur, seperti kelompok kerumunan dan antrian karcis. Kelompok tak teratur memiliki kesadaran dan hubungan antar anggota, namun tidak sekuat pada kelompok sosial.
Bila memperhatikan sifat manusia yang memiliki keterbatasan sampai tingkat tertentu, maka tidak semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi sendiri. Oleh karena itu, untuk menanggulangi kelemahan dan kekuranganmampuannya, seorang individu akan menggabungkan diri dengan individu lain. Proses pembentukan ini akan mengikutsertakan berbagai komponen yang biasanya mengarah kepada adanya atribut yang sama dan kesamaan lain diantara individu-individu tersebut.
Berkaitan dengan proses pembentukan kelompok ini, Bierens den Haan (dalam Astrid S.Susanto, 1983) bahwa
“kelompok tidak terdiri dari jumlah anggota-anggotanya saja, melainkan akan suatu kenyataan yang ditentukan oleh datang-perginya anggota-anggotanya… Kenyataan kelompok ditentukan oleh nilai-nilai yang dihayati bersama, oleh fungsi kelompok sebagaimana disadari anggota.”
Dengan kata lain, den Haan ingin menegaskan bahwa suatu kelompok memperoleh bentuknya dari kesadaran akan keterikatan pada anggota-anggotanya; jadi suatu kelompok memiliki suatu ikatan psikologis diantara anggota-anggotanya. Hal ini sejalan dengan Anderson dan Parker (1964) yang menekankan bahwa “kelompok merupakan kesatuan dari dua atau lebih individu yang mengalami interaksi psikologis satu sama lain.” Hal ini berarti bahwa kelompok terbentuk karena manusia menyadari tidak dapat menyelesaikan atau mencapai tujuannya sendiri, ternyata terlalu rasional. Ada alasan lain yang lebih mendasar, yaitu suatu kebutuhan manusia untuk mempunyai dan digolongkan pada suatu kelompok, tempat dia berlindung dan merasa aman.
Menurut Zanden (1979), kelompok sosial dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis, yaitu kelompok primer, kelompok sekunder, in-group, out-group dan kelompok referensi. Kelompok primer merupakan kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan satu sama lain secara intim dan kohesif. Menurut Davis (dalam Zanden, 1979) hubungan dalam kelompok primer biasanya ditandai dengan (1) kontak ‘face to face’, (2) ukuran kelompok lebih kecil, (3) kontak terjadi sering dan intensif. Pada kelompok primer, hubungan yang dibangun antar anggota sangat erat dan saling mengenal secara pribadi, sehingga terjadi peleburan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok dan menjadi tujuan individu sebagai tujuan kelompok juga. Walaupun hubungan dalam kelompok primer ini sangat intim, tidak berarti bahwa hubungan yang dijalin itu akan selalu harmonis. Perbedaan faham, bahkan pertentangan ada kalanya terjadi. Yang sering dikategorikan sebagai kelompok primer adalah keluarga, kelompok pertemanan, kelompok kerja sehari-hari.
Kelompok sekunder merupakan kelompok yang ditunjukkan sebagai kebalikan dari kelompok primer. Kelompok sekunder biasanya ditandai dengan ukuran yang lebih besar, yang hubungannya tidak perlu saling mengenal secara pribadi, dan sifatnya tidak terlalu langgeng. Bentuk hubungan yang terjadi dalam kelompok sekunder pada umumnya terjadi lebih formal, lebih hati-hati dan diperhitungkan, dan lebih cenderung mawas diri. Kepedulian terhadap yang lain sangat sedikit terjadi pada kelompok sekunder. Tidak seperti pada kelompok primer, dalam saling hubungan pada kelompok sekunder, individu melihat anggota kelompok lain sebagai instrument untuk pencapaian tujuan.
Berbeda dengan kelompok primer dan sekunder, pengklasifikasian in-group dan out-group didasarkan kepada cara individu memandang dirinya terhadap sebuah kelompok. Menurut Zanden (1979) in-group merupakan suatu unit sosial dimana secara individual menjadi bagian dari kelompok tersebut dan dia mengidentifikasikan dirinya, yang dalam istilah teknis individu memandang kelompok sebagai “kami”-nya. Sebaliknya, out-group merupakan suatu unit sosial dimana secara individual tidak menjadi bagian dari kelompok tersebut dan dia tidak mengidentifikasikan dirinya; atau kelompok tersebut bagi dia adalah “mereka”-nya. In-group dan out-group feeling ini dapat terjadi pada individu terhadap kelompok primer maupun kelompok sekunder, karena tekanannya lebih pada apakah dia menjadi bagian dari kelompok tersebut dan mengidentifikasikan dirinya atau tidak.
Individu yang mengidentifikasikan dirinya dalam suatu kelompok akan memiliki kertikatan yang kuat untuk mengikuti semua aturan yang berlaku dalam kelompok tersebut. Norma-norma yang dikembangkan dalam kelompok menjadi pedoman yang penting baginya dan mempertegas dirinya sebagai bagian dari in-groupnya. Sikap in-group dan out-group dapat menjadi dasar bagi munculnya antagonisme dan antipati, bahkan lebih jauh lagi dapat menimbulkan adanya sikap etnosentrisme. Dengan kata lain, pengembangan sikap in-group dan out-group ini dapat dipacu pula oleh pandangan streotif dari dalam kelompok terhadap kelompok lainnya.
Seiring dengan perkembangan masyarakat, maka seorang individu tidak selalu hanya menjadi anggota dari satu kelompok saja, namun cenderung untuk menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus. Di lain fihak, tidak selalu individu dapat menjadi anggota suatu kelompok secara formal. Yang lebih sering terjadi adalah individu mengembangkan kepribadian dan perilakunya berdasarkan kepada kelompok yang diacunya. Kelompok demikian dikenal dengan istilah kelompok acuan (reference group). Individu yang mengacu akan berprilaku seperti yang dilakukan oleh individu-individu anggota kelompok acuannya. Proses interaksi antara anggota kelompok acuan dengan individu tersebut tidak dilakukan secara langsung, namun pengaruh kelompok tersebut dirasakan juga oleh orang-orang yang tidak menjadi anggota. Pengaruh kelompok terhadap perubahan perilaku individu ini sangat besar, dan memiliki dampak yang sangat luas.
Kelompok sosial mirip dengan kategori sosial, yaitu ada kesadaran dari anggota kelompok akan adanya kesamaan diantara mereka, namun kelompok memiliki kriteria lain yaitu adanya interaksi diantara anggota-anggotanya; contoh dari kelompok sosial ini adalah kelompok pertemanan dan keluarga batih. Organisasi formal mirip dengan kategori sosial dan kelompok sosial, namun organisasi formal ini muncul ketika kelompok tersebut secara sengaja dibangun menjadi sebuah unit sosial untuk mencapai tujuan tertentu; contoh organisasi formal adalah perusahaan, instansi pemerintah, lembaga pendidikan, dan lembaga kemasyarakatan. Biasanya dalam organisasi akan disertai dengan birokrasi yang dibuat untuk lebih menjamin adanya pencapaian tujuan.
Pembahasan tentang kelompok dalam masyarakat biasanya akan lebih merujuk kepada dua jenis kelompok terakhir, yaitu kelompok sosial dan organisasi formal; bahkan fokus pembahasan seringkali lebih terfokus pada kelompok sosial. Atas dasar itu pula dikatakan bahwa tidak semua kelompok merupakan kelompok sosial, karena ada suatu jenis kelompok lain yang hampir sama dengan kelompok sosial, yang oleh Soerjono Soekanto (1987) disebut dengan kelompok tak teratur, seperti kelompok kerumunan dan antrian karcis. Kelompok tak teratur memiliki kesadaran dan hubungan antar anggota, namun tidak sekuat pada kelompok sosial.
Bila memperhatikan sifat manusia yang memiliki keterbatasan sampai tingkat tertentu, maka tidak semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi sendiri. Oleh karena itu, untuk menanggulangi kelemahan dan kekuranganmampuannya, seorang individu akan menggabungkan diri dengan individu lain. Proses pembentukan ini akan mengikutsertakan berbagai komponen yang biasanya mengarah kepada adanya atribut yang sama dan kesamaan lain diantara individu-individu tersebut.
Berkaitan dengan proses pembentukan kelompok ini, Bierens den Haan (dalam Astrid S.Susanto, 1983) bahwa
“kelompok tidak terdiri dari jumlah anggota-anggotanya saja, melainkan akan suatu kenyataan yang ditentukan oleh datang-perginya anggota-anggotanya… Kenyataan kelompok ditentukan oleh nilai-nilai yang dihayati bersama, oleh fungsi kelompok sebagaimana disadari anggota.”
Dengan kata lain, den Haan ingin menegaskan bahwa suatu kelompok memperoleh bentuknya dari kesadaran akan keterikatan pada anggota-anggotanya; jadi suatu kelompok memiliki suatu ikatan psikologis diantara anggota-anggotanya. Hal ini sejalan dengan Anderson dan Parker (1964) yang menekankan bahwa “kelompok merupakan kesatuan dari dua atau lebih individu yang mengalami interaksi psikologis satu sama lain.” Hal ini berarti bahwa kelompok terbentuk karena manusia menyadari tidak dapat menyelesaikan atau mencapai tujuannya sendiri, ternyata terlalu rasional. Ada alasan lain yang lebih mendasar, yaitu suatu kebutuhan manusia untuk mempunyai dan digolongkan pada suatu kelompok, tempat dia berlindung dan merasa aman.
Menurut Zanden (1979), kelompok sosial dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis, yaitu kelompok primer, kelompok sekunder, in-group, out-group dan kelompok referensi. Kelompok primer merupakan kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan satu sama lain secara intim dan kohesif. Menurut Davis (dalam Zanden, 1979) hubungan dalam kelompok primer biasanya ditandai dengan (1) kontak ‘face to face’, (2) ukuran kelompok lebih kecil, (3) kontak terjadi sering dan intensif. Pada kelompok primer, hubungan yang dibangun antar anggota sangat erat dan saling mengenal secara pribadi, sehingga terjadi peleburan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok dan menjadi tujuan individu sebagai tujuan kelompok juga. Walaupun hubungan dalam kelompok primer ini sangat intim, tidak berarti bahwa hubungan yang dijalin itu akan selalu harmonis. Perbedaan faham, bahkan pertentangan ada kalanya terjadi. Yang sering dikategorikan sebagai kelompok primer adalah keluarga, kelompok pertemanan, kelompok kerja sehari-hari.
Kelompok sekunder merupakan kelompok yang ditunjukkan sebagai kebalikan dari kelompok primer. Kelompok sekunder biasanya ditandai dengan ukuran yang lebih besar, yang hubungannya tidak perlu saling mengenal secara pribadi, dan sifatnya tidak terlalu langgeng. Bentuk hubungan yang terjadi dalam kelompok sekunder pada umumnya terjadi lebih formal, lebih hati-hati dan diperhitungkan, dan lebih cenderung mawas diri. Kepedulian terhadap yang lain sangat sedikit terjadi pada kelompok sekunder. Tidak seperti pada kelompok primer, dalam saling hubungan pada kelompok sekunder, individu melihat anggota kelompok lain sebagai instrument untuk pencapaian tujuan.
Berbeda dengan kelompok primer dan sekunder, pengklasifikasian in-group dan out-group didasarkan kepada cara individu memandang dirinya terhadap sebuah kelompok. Menurut Zanden (1979) in-group merupakan suatu unit sosial dimana secara individual menjadi bagian dari kelompok tersebut dan dia mengidentifikasikan dirinya, yang dalam istilah teknis individu memandang kelompok sebagai “kami”-nya. Sebaliknya, out-group merupakan suatu unit sosial dimana secara individual tidak menjadi bagian dari kelompok tersebut dan dia tidak mengidentifikasikan dirinya; atau kelompok tersebut bagi dia adalah “mereka”-nya. In-group dan out-group feeling ini dapat terjadi pada individu terhadap kelompok primer maupun kelompok sekunder, karena tekanannya lebih pada apakah dia menjadi bagian dari kelompok tersebut dan mengidentifikasikan dirinya atau tidak.
Individu yang mengidentifikasikan dirinya dalam suatu kelompok akan memiliki kertikatan yang kuat untuk mengikuti semua aturan yang berlaku dalam kelompok tersebut. Norma-norma yang dikembangkan dalam kelompok menjadi pedoman yang penting baginya dan mempertegas dirinya sebagai bagian dari in-groupnya. Sikap in-group dan out-group dapat menjadi dasar bagi munculnya antagonisme dan antipati, bahkan lebih jauh lagi dapat menimbulkan adanya sikap etnosentrisme. Dengan kata lain, pengembangan sikap in-group dan out-group ini dapat dipacu pula oleh pandangan streotif dari dalam kelompok terhadap kelompok lainnya.
Seiring dengan perkembangan masyarakat, maka seorang individu tidak selalu hanya menjadi anggota dari satu kelompok saja, namun cenderung untuk menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus. Di lain fihak, tidak selalu individu dapat menjadi anggota suatu kelompok secara formal. Yang lebih sering terjadi adalah individu mengembangkan kepribadian dan perilakunya berdasarkan kepada kelompok yang diacunya. Kelompok demikian dikenal dengan istilah kelompok acuan (reference group). Individu yang mengacu akan berprilaku seperti yang dilakukan oleh individu-individu anggota kelompok acuannya. Proses interaksi antara anggota kelompok acuan dengan individu tersebut tidak dilakukan secara langsung, namun pengaruh kelompok tersebut dirasakan juga oleh orang-orang yang tidak menjadi anggota. Pengaruh kelompok terhadap perubahan perilaku individu ini sangat besar, dan memiliki dampak yang sangat luas.
Daftar Bacaan
Kretch, David and Crutchfield, Richard S. 1962. Individual in Society: A Textbook of Social Psychology. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.
Roos, Ralph and Van den Haag, Ernest. 1975. The Fabric of Society: An Introduction to Social Sciences. New York : Harcourt, Brace, & World, Ltd.
Santoso, Slamet. 1992. Dinamika Kelompok. Jakarta : Bumi Aksara
Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Sosiologi Kelompok. Bandung : Remadja Karya
Susanto, Astrid S.1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta:Binacipta
Zanden, James W.V. 1979. Sociology. Toronto : Willey
Kretch, David and Crutchfield, Richard S. 1962. Individual in Society: A Textbook of Social Psychology. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.
Roos, Ralph and Van den Haag, Ernest. 1975. The Fabric of Society: An Introduction to Social Sciences. New York : Harcourt, Brace, & World, Ltd.
Santoso, Slamet. 1992. Dinamika Kelompok. Jakarta : Bumi Aksara
Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Sosiologi Kelompok. Bandung : Remadja Karya
Susanto, Astrid S.1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta:Binacipta
Zanden, James W.V. 1979. Sociology. Toronto : Willey
Tidak ada komentar:
Posting Komentar